Thursday, September 14, 2006

Busana dan Rasa Malu

Busana dan Rasa Malu

Wahai saudariku! Wahai mutiara Islam yang telah ditaburi iman suci oleh sang Penabur, yang telah diberi-Nya pakaian dan diangkat-Nya ke atas derajat bintang-bintang kemilau. Apakah engkau rela jika dirimu menjadi tawanan kaum yang tidak bermoral? Apakah engkau rela melepas pakaian malumu dan menampakkan kepada kaum laki-laki apa-apa yang telah Allah suruh untuk menutupinya?

Saudariku, sesungguhnya malu itu pakaian manusia yang sangat indah. Namun, ia akan menjadi lebih indah lagi jika di
miliki wanita. Bahkan, begitu dekat antara wanita dengan malu sehingga jika sifat ini tak ada lagi padanya, maka hilanglah kewanitaannya.

Saudariku, lihatlah tingkat rasa malunya Ummul Mukminin, Aisyah r.a. yang berkata, "Aku telah memasuki rumah yang di dalamnya telah dikuburkan jasad Rasulullah saw dan jasad ayahku (Abu Bakar r.a.). Aku tidak berani melepas pakaianku, meskipun mereka itu adalah suamiku dan ayahku. Ketika Umar r.a. dikuburkan di tempat itu, demi Allah aku tidak pernah memasukinya kecuali menutupi tubuhku dengan pakaianku, karena aku malu kepada Umar."

Waspadalah wahai saudariku, pegang teguhlah pakaian malu yang melekat pada dirimu dan jauhkanlah dirimu dari pakaian-pakaian lacur serta apa-apa yang berusaha menelanjangimu dan menjerumuskanmu ke dalam hal-hal yang diharamkan Allah SWT.

Menurut Ar-Rafi'i hijab itu tidak lain semata-mata untuk melindungi jiwa wanita, meningkatkan harga dirinya di tengah-tengah masyarakat, menjaganya dari jual beli terkutuk dan mengangkatnya agar jangan sampai menjadi barang dagangan yang murahan yang dijajakan di pinggir jalan dan di pasar-pasar. Mereka seringkali menawarkan barang murahan itu dengan kata-kata: mata hitam, pipi mawar, bibir yakut, gigi mutiara, pinggul memikat, payudara montok, dan sebagainya.

Bukankah wanita-wanita yang melepaskan akhlak seperti para bintang film dan wanita-wanita barat telah mengalami kerugian yang sangat besar setelah tidak lagi menawarkan diri dengan ungkapan-ungkapan seperti di atas, mereka akhirnya berkumpul di jalan-jalan untuk menunggu para konsumen menawar tubuh mereka.

Selanjutnya menurut Ar-Rafi'i, "Itulah kebebasan, itulah menjual harga diri, atau entah apa lagi namanya. Yang jelas, semua itu selalu berakhir dengan hilangnya eksistensi wanita ataupun kerusakannya."

Waspadalah wahai wanita-wanita muslimah!

Sumber : http://www.my-alazka.com

1 comment:

Poker Sign Up said...

I think, you will come to the correct decision. Do not despair.