Wednesday, January 31, 2007

Ketika Cinta Berbuah Surga

Di tanah Kurdistan , ada seorang raja yang adil dan shalih. Dia memiliki seorang anak laki-laki yang tampan, cerdas, dan pemberani. Saat-saat paling menyenangkan bagi sang raja adalah ketika dia mengajari anaknya itu membaca Al-Quran. Sang raja juga menceritakan kepadanya kisah-kisah kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertempuran. Anak raja yang bernama Said itu, sangat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil Said akan merasa jengkel jika di tengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada orang yang memutuskannya.

Terkadang, ketika sedang asyik mendengarkan cerita ayahnya tiba-tiba pengawal masuk dan memberitahukan ada tamu penting yang harus ditemui oleh raja. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya.


Maka, dia memberi nasihat kepada anaknya, “Said, Anakku, sudah saatnya kamu mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang teman baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga.”

Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.
“Apa maksud Ayah dengan teman yang bisa diajak bercinta untuk surga?” tanyanya dengan nada penasaran.

“Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tatapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaiumu karena Allah. Dan Dengan dasar itu kau pun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuaan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga.”

“Bagaimana cara mencari teman seperti itu, Ayah?” tanya Said.

Sang raja menjawab, “Kamu harus menguji orang yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka. Undanglah siapapun yang kau anggap cocok menjadi temanmu untuk makan pagi di sini, di rumah kita. Jika sudah sampai di sini, ulurlah dan perlamalah waktu penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah kemudian apa yang mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga buitr telur. Jika dia tetap bersabar, hidangkanlah tiga telur itu kepadanya. Lihatlah, apa yang kemudian mereka perbuat! Itu cara yang paling mudah bagimu. Syukur jika kau bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.”

Said sangat gembira mendengar nasihat ayahnya. Dia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula-mula ia mengundang anak-anak para pembesar kerajaan satu per satu. Sebagian besar dari mereka marah-marah karena hidangnya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, ada yang melontarkan kata-kata tidak terpuji, memaki-maki karena terlalu lama menunggu hidangan.

Diantara teman anak raja itu, ada seorang bernama Adil. Dia anak seorang menteri. Said melihat sepertinya Adil anak yang baik hati dan setia. Maka dia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus.

Melihat itu, Adil berkata keras, “Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi perutku!”

Adil tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu saja meniggalkan Said sendirian. Said diam. Dia tidak perlu meminta maaf kepada Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Dia mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman sejati.

Hari berikutnya, dia mengundang anak seorang saudagar terkaya. Tentu saja anak saudagar itu sangat senang mendapat undangan makan pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja ia tidak makan dan melaparkan perutnya agar paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan makanan anak raja pasti enak dan lezat.

Pagi-pagi sekali, anak saudagar kaya itu telah datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia menunggu waktu yang lama sampai makanan keluar. Akhirnya, Said membawa piring dengan tiga telur rebus di atasnya.

“Ini makanannya, saya ke dalam dulu mengambil air minum.” Kata Said seraya meletakkkan piring itu di atas meja.

Lalu, Said masuk kedalam. Tanpa menunggu lagi, anak saudagar itu langsung malahap satu persatu telur itu. Tidak lama kemudian, Said keluar membawa dua gelas air putih. Dia melihat ke arah meja ternyata tiga telur itu telah lenyap. Ia kaget.

“Mana telurnya?” tanya Said pada anak saudagar.
“Telah aku makan.”
“Semuanya?”
“Ya, habis aku lapar sekali.”

Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar itu juga tidak bisa dijadikan teman setia. Dia tidak setia. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya, Said juga belum makan apa-apa.

Said merasa jengkel kapada anak-anak di sekitar istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Tidak bisa merasakan suka dan duka bersama. Akhirnya, Said meminta izin kepada ayahnya untuk pergi mencari teman sejati.

****
Akhirnya, Said berpikir untuk mencari teman di luar istana. Kemudian, mulailah Said berpetualang melewati hutan, ladang, sawah, dan kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik.

Sampai akhirnya, di suatu hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian sederhana. Anak itu sedang memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin. Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan hati. Anak itu mengambil air wudhu, lalu shalat dua rakaat. Said memerhatikannya dari balik rumpun pepohonan.

Selesai salat, Said datang dan menyapa, “Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu, namamu siapa? Kau tadi shalat apa?”

“Namaku Abdullah. Tadi itu shalat dhuha.”

Lalu, Said meminta anak itu agar bersedia bermain dengannya dan menjadi temannya.

Namun, Abdullah menjawab, “Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak orang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku, anak miskin. Anak seorang pencari kayu bakar.”

Said menyahut, “Tidak baik kau mengatakan begitu. Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalah hamba Allah. Semuanya sama, hanya takwa yang membuat orang mulia di sisi Allah. Apa aku kelihatan seperti anak yang jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Kau nanti bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak menjadi temanmu.”

“Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan tetapi, dengan syarat hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang seia-sekata.”

Said menyepakati syarat yag diajukkan oleh anak pencari kayu itu. Sejak hari itu, mereka bermain bersama; pergi ke hutan bersama ,memancing bersama, dan berburu kelinci bersama. Anak tukang kayu itu mengajarinya berenang di sungai, menggunakan panah dan memanjat pohon di hutan. Said sangat gembira sekali berteman dengan anak yang cerdas, rendah hati, lapang dada dan setia. Akhirnya, dia kembali ke istana dengan hati gembira.

Hari berikutnya, anak raja itu berjumpa lagi dengan teman barunya. Anak pencari kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati, Said merasa kalah, sebab sebelum dia mengundang makan, dia telah diundang makan.

Di dalam gubuk itu, mereka makan seadanya, sepotong roti, garam, dan air putih. Namun, Said makan dengan sangat lahap. Ingin sekali rasanya dia minta tambah kalau tidak mengingat, siapa tahu anak pencari kayu ini sedang mengujinya. Oleh karena itu, Said merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya.

Selesai makan, Said mengucapkan hamdalah dan tersenyum. Setelah itu, mereka kembali bermain. Said banyak menemukan hal-hal baru di hutan, yang tidak dia dapatkan di dalam istana. Oleh temannya itu dia diajari untuk mengenali dan membedakan jenis dedaunan dan buah-buahan di hutan; antara daun dan buah yang bisa dimakan, yang bisa dijadikan obat, serta yang beracun.

“Dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan secara baik, kita tidak akan repot jika suatu kali tersesat. Persediaan makanan ada di sekitar kita. Inilah keagungan Allah!” kata anak pencari kayu.

Seketika itu, Said tahu bahwa ilmu tidak hanya dia dapat dari madrasah seperti yang ada di ibukota kerajaan ilmu ada di mana-mana. Bahkan, di hutan sekalipun. Hari itu, Said banyak mendapatkan pengalaman berharga.

Ketika matahari sudah condong ke Barat, Said berpamitan kepada sahabatnya itu untuk pulang. Tidak lupa, Said mengundangnya makan di rumahnya besok pagi. Lalu, dia memberikan secarik kertas pada temannya itu.

“Pergilah ke ibu kota , berikan kertas ini kepada tentara yang kau temui di sana . Dia akan mengantarkanmu ke rumahku,” kata Said sambil tersenyum.

“Insya Alloh aku akan datang.” Jawab anak pencari kayu itu.

*****
Pagi harinya, anak pencari kayu sampai juga di istana. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak raja. Mulanya, dia ragu untuk masuk istana. Akan tetapi, jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati Said selama ini, dia berani masuk juga.

Said menyambutnya dengan hangat dan senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang makan itu. Said pun menguji temannya ini. Dia membiarkannya menunggu lama sekali. Namun, anak pencari kayu itu sudah terbiasa lapar. Bahkan, dia pernah tidak makan selama tiga hari. Atau, terkadang makan daun-daun mentah saja. Dia hanya berpikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini, tentu dunia akan tentram.

Selama ini, dia mendengar bahwa anak-anak pembesar kerajaan senang hura-hura. Namun, dia menemukan seorang anak raja yang santun dan shalih.

Akhirnya, tiga butir telur masak pun dihidangkan. Said mempersilahkan temannya untuk memulai makan. Anak pencari kayu bakar itu mengambil satu. Lalu, dia mengupas kulitnya pelan-pelan. Sementara Said mengupas dengan cepat dan menyantapnya. Lalu dengan sengaja Said mengambil yang ketiga, mengupasnya dengan cepat dan melahapnya. Temannya selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan temannya dengan sebitur telur itu, apakah akan dimakannya sendiri atau….?

Anak miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat situ. Lalu, dia membelah telur itu jadi dua. Yang satu dia pegang dan yang satunya lagi, dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi, Said menangis terharu.

Lalu Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata. “Engkau teman sejatiku! Engkau teman sejatiku! Engkau temanku masuk surga.”

Sejak itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan sangat akrab. Persahabatan meraka melebihi saudara kandung. Mereka saling mencintai dan saling menghormati karena Alloh swt.

Karena kekuatan cinta itu mereka bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru kepada para ulama yang tersebar di Turki, di Syiria, di Irak, di Mesir dan di Yaman.

Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja yang adil, ayah Said meninggal dunia. Akhirnya, Said diangkat menjadi raja untuk menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali dia pilih adalah Abdullah, anak pencari kayu itu. Abdullah pun benar-benar menjadi teman seperjuangan dan penasihat raja yang tiada duanya.

Meskipun telah menjadi raja dan menteri, keduanya masih sering malakukan shalat tahajud dan membaca Al-Quran bersama. Kecerdasaan dan kematangan jiwa keduanya mampu membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya.--- baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.---

Dikutip dari sebuah karya Habiburrahman El Shirazy

Tahun Baru



Tahun Baru adalah saat yang tepat untuk mengintrospskesi diri, merenungi dan merefleksi diri bahkan juga umat ini. Kita renungkan apa yang hingga kini telah dicapai oleh kita umat Islam setelah kejatuhannya yang kedua pada tahun 1924 M yang lalu. Apa yang telah kita perbuat dan perjuangkan untuk kembali meniti jalan kebangkitan Islam menyongsong kejayaannya yang gemilang.

Ikhwah fillah sekalian, kita akan selalu ingat bahwa Rasulullah telah menjanjikan kepada umat ini berbagai kemenangan. Rasulullah pernah memberikan sinyalemen masa depan : "Suatu saat nanti umatku akan mampu menaklukkan Konstantinopel (Byzantium, Romawi Timur). Sebaik-baik pasukan adalah pasukan pada saat itu. Dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pada saat itu. Umatku juga akan menaklukkan bangsa Rum (Romawi Barat : Eropab dan Amerika)." Sahabat bertanya : "Yang manakah yang akan kita taklukkan terlebih dulu, ya Rasul?" Rasul menjawab : "Negerinya Heraklius (Konstantinopel) yang akan terlebih dulu kita taklukkan!"
Dan kita lihat sebuah fakta ikhwah fillah sekalian, bahwasannya Konstantinopel takluk oleh seorang pemuda muslim Sulthan Muhammad al Fathih II tahun 1453 M pada usianya yang baru 23 tahun! Maka beliau bersama pasukannya saat itu telah membuktikan janji kemenangan yang telah Rasulullah berikan! Rentang masa Rasulullah dengan pembuktian janji itu sekitar 7-8 abad lamanya.

Dan ikhwah fillah sekalian, masa yang kini kita hidup di dalamnya adalah masa yang berada dekat pada siklus kedua pembuktian janji itu. Kita berada pada masa yang sangat dekat dengan abad-abad kemenangan! Berarti, penaklukkan bangsa Rum (Eropa dan Amerika) sepertinya tidak lama lagi! Dan janji Rasulullah juga pasti akan terbuktikan! Dan kita sangat mengharapkan bahwa penaklukkan ini adalah penaklukkan damai, bukan peperangan. Islam yang diajarkan dan dicontohkan Rasulullah adalah Islam yang damai dan sangat membenci peperangan. Namun bukan berarti kita mengingkari perang jika ternyata kondisi mengharuskan kita untuk berperang. Kita perhatikan bahwa perang-perang yang ada pada masa rasulullah adalah perang-perang defensif. Posisi umat Islam pada saat itu berada pada posisi bertahan. Artinya, umat Islam yang diserang terlebih dahulu. Kita lihat Perang Badar, Uhud, Khandaq (Ahzab) akan kita temukan fakta ini! Setelah Perang Tabuk, Rasulullah berkata kepada para shahabat : "Mulai hari ini, mereka (kaum kafir) tidak akan lagi menyerang kita, kitalah yang akan menyerang mereka." Dan kita akan lihat fakta bahwasannya posisi ofensif (menyerang) yang dilakukan oleh Rasulullah adalah bukan penyerangan militer tapi justru sebuah "jalan damai" yaitu dengan sebuah Perjanjian Hudaibiyyah. Dan serangan ofensif setelah itu adalah jalan damai Fathu Makkah (Pembukaan kota Makkah).

Ikhwah fillah sekalian, mengapa umat yang dididik (tarbiyyah) oleh Rasulullah mampu menjadi pemimpin dunia. Mereka pada awalnya adalah orang-orang gurun, ada juga yang badui. Mereka bodoh dan terbelakang. Kebanyakan mereka adalah para penggembala. Tapi ikhwah sekalian, suatu kekuatan besar telah merasuki jiwa-jiwa mereka. Dan jiwa-jiwa itulah yang mampu menghantarkan Islam hingga ke segenap penjuru dunia. Islam pun memimpin dan melayani dunia dengan implementasi ajarannya yang mulia. Hingga kita pun merasakannya.

Ikhwah fillah sekalian, jumlah sahabat yang terbina saat hijrah dari Madinah ke Makkah saat Fathu Makkah adalah sekitar 120 orang. Ketika terjadi peristiwa Fathu Makkah, maka umat Islam pun menjadi sekitar 120.000-an orang. Dan kini kita saksikan bahwa jumlah total umat Islam sedunia ada sekitar 1,2 milyaran orang!

Ikhwah fillah sekalian, Rasulullah juga pernah memberikan kabar gembira : "Telah diperlihatkan kepadaku bahwa umatku akan berkuasa dan memimpin dunia dan wilayah umatku itu terbentang dari Timur hingga Barat. Wilayah itu dihimpunkan hingga aku melihat ada warna merah dan putih."

Yang pasti warna merah-putih dalam hadits ini tidak ada kaitannya dengan warna bendera Indonesia. Tapi ikhwah fillah sekalian, saya seperti merasa bahwa merah-putih itu adalah kita umat Islam di bumi Indonesia! Kita lihat faktanya bahwa Indonesia adalah negeri dengan jumlah muslim terbesar di seantero jagat. Kita juga akan terhenyak dan sadar ketika seorang Ulama Internasioanl Syaikh Yusuf al Qaradhawy menyatakan bahwa kami (umat Islam di Timur Tengah khususnya, di belaha dunia yang lain umumnya) butuh sosok pemersatu. Dan beliau sangat mengharapkan bahwa sosok itu adalah umat Islam di bumi Indonesia ini! Kami, kata beliau, sangat butuh sosok yang akan memimpin dunia Islam. Dan sekali lagi, ikhwah fillah sekalian, mereka sangat mengharapkan sosok itu adalah kita; kaum muslimin di bumi nusantara!

Bagaimana dengan kita ikhwah fillah sekalian!? Kita sangat sadar bahwa kita umat Islam di Indonesia sedang terjangkit virus "Mulim Paradox". Yaitu suatu kondisi di mana ada paradox (pertentangan) antara entitas Islam dengan entitas Muslim-nya. Ibaratnya seperti Langit dan Sumur! Islam itu langit dan umat Islam itu sumur! Islam mengajarkan keshalihan, tapi faktanya banyak kita yang tidak shalih. Islam mengajarkan kejujuran, tapi faktanya yang koruptor kebanyakn orang Islam. Islam sangat menganjurkan kepedulian terhadap kondisi umat, tapi faktanya banyak di antara kita yang egois dan apatis. Islam sangat memerintahkan tentang penguasaan IPTEK, tapi kita malah terjangkit penyakit kebodohan. Islam sangat memerintahkan kita untuk kuat dalam segala hal (politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dsb), tapi faktanya kita lemah dalam itu semua!

Lalu bagaimana solusinya ikhwah fillah sekalian? Tak ada jalan lain selain "mendekatkan" Islam yang langit dan umat Islam yang sumur akan menggapainya! Dan jalan itu adalah jalan tarbiyyah di segala bidang! Jalan pembinaan dan pendidikan! Secara utuh dan sesuai dengan manhaj Rasulullah tentunya!

Dengan jalan tarbiyyah itu, kita umat Islam Indonesia akan mampu melahirkan para khalifah (pahlawan mukmin) yang akan mengemban amanah kemenangan dan kejayaan! Karena itu, berbuatlah yang banyak dan terarah agar terlahir manusia-manusia muslim Indonesia yang berderajat khalifah! Dan hal ini harus dimulai dari diri kita sendiri. Maka, jadikanlah diri kita seorang khalifah. Dan akan lahir ribuan bahkan jutaan khalifah-khalifah yang lain! Dan untuk menjadi seorang khalifah, tidak perlu menanti tegaknya Asy Syri'ah! Tidak perlu menanti datangnya Sang Mesiah! Tidak perlu menanti tegaknya Al Khilafah!

Karena itu ikhwah fillah sekalian, jadilah khalifah mulai saat ini! Dan sambutlah momen Tahun Baru Muharram ini dengan JIWA BARU! Dengan RUH BARU! Dan dengan SEMANGAT BARU!!!

SELAMAT TAHUN BARU 1428 HIJRIYYAH....

dari : my-alazka.com